Selasa, 26 April 2011

Apa Perbedaan antara Psikologi Sekolah dengan Psikologi Pendidikan?

Dibawah ini adalah perbedaan antara psikologi sekolah dan psikologi pendidikan antara lain:

-Psikologi sekolah berfokus pada bagaimana menciptakan situasi bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka.Psikologi sekolah juga lebih berfokus pada teoritis.Psikologi sekolah memiliki tugas dalam melayani beberapa sekolah di desa maupun kota yang memerlukan bantuan dalam hal pengembangan serta melakukan penelitian tentang menejemen perilaku anak didik.

-Psikologi Pendidikan lebih berfokus pada pemahaman proses belajar dan mengajar.dan lebih mengarah kearah praktisi.Psikologi pendidikan memiliki tugas dalam hal mengembangkan program pembelajaran,memberikan saran serta mendukung guru-guru serta elemen-elemen lain dalam pengajar dalam hal pengembangan ppendidikan.

Kamis, 07 April 2011

Apa Saja sih Fenomena Pendidikan yang Terjadi di Indonesia?

Fenomena 1 : Guru harus mempelajari psikologi pendidikan.
Bukan tanpa sebab, karena yang dipelajari di psikologi pendidikan itu sendiri tidak hanya cara belajar saja tapi juga cara berinteraksi dengan siswa , cara pencapaian tujuan pendidikan yg diberikan sesuai dgn psikologis siswa, dan cara memilih teori belajar untuk siswa. Dari artikel tersebut, kita dapat melihat kembali ke fenomena yang terjadi di Indonesia sendiri dimana kebanyakan guru tidak mempelajari psikologi pendidikan sehingga tujuan guru tersebut dalam melakukan kewajibannya pun menjadi kurang efektif.
             Dalam buku J.W. Santrock dijelaskan bahwa guru membutuhkan dua hal utama , yaitu pengetahuan dan keahlian professional serta komitmen dan motivasi. Berlaku juga pengkondisian operan dalam hal ini. Guru dapat menerapkan positive reinforcement, negative reinforcement dan punishment dalam proses pengajaran. 
            Sebagai contoh:
v  Positive reinforcement = ketika murid mengajukan pertanyaan yg bagus lalu guru memujinya dan kedepannya murid akan lebih banyak bertanya.
v  Negative reinforcement =murid menyerahkan pr tepat waktu dan guru pun akan berhenti menegur sehingga murid makin sering menyerahkan pr tepat waktu.
v  Punishment=murid menyela guru lalu guru menegurnya dan murid itu akan berhenti menyela

Fenomena 2 : Fenomena bunuh diri dan psikologi keluarga
Bunuh diri menduduki posisi ketiga penyebab kematian di kalangan remaja. Masalahnya, remaja dan orangtua menganggap remeh masalah ini dan meyakini tidak akan terjadi pada keluarga mereka. Mereka menemukan bahwa orang dan remaja mampu mengidentifikasi penyebab utama bunuh diri ini, seperti depresi, pengaruh minuman keras, penggunaan obat terlarang, dan problematika hubungan pertemanan remaja.
Tanpa bermaksud deskriminasi, keluarga broken home lebih rentang terhadap penyelewengan sosial. Psikologi keluarga yang dibentuk keluarga di rumah kacau. Keributan antarorang tua, kekerasan suami pada istri, hingga suasana di rumah mencekam. Maka, anak yang terbentuk dalam keluargabroken home berpotensi mengalami stress lebih tinggi.
Pada dasarnya orangtua ingin mengetahui lebih banyak untuk mengidentifikasi perilaku nekat anak yang ingin melakukan bunuh diri seperti apa cirinya, dan bagaimana menolong mereka. Dalam hal ini, Schwartz mengatakan, dokter anak dapat berperan penting menangani fenomena tersebut, dengan secara teratur melakukan pemeriksaan terhadap anak-anak dan remaja yang tengah depresi atau masalah kejiwaan lain yang membuat mereka dalam bahaya.
Diana Baumrind (1971, 1996), seorang pakar parenting, berpendapat bahwa ada cara terbaik mengasuh anak. Ada empat bentuk gaya pengasuhan atau parenting, yaitu :
1.       Authoritarian parenting
Gaya asuh yang membatasi dan menghukum dimana hanya ada sedikit percakapan antara orang tua dan murid dapat menghasilkan anak yang tidak kompeten secara sosial.
2.      Authoritative parenting
Gaya asuh positif yang mendorong anak untuk independen tapi masih membatasi dan mengontrol tindakan mereka sehingga menghasilkan anak yang kompeten secara sosial.
3.       Neglectful parenting
Gaya asuh dimana orang tua tidak peduli atau orang tua hanya meluangkan sedikit waktu dengan anak anaknya dan menghasilkan anak anak yang tidak kompeten secara sosial.
4.      Indulgent paarenting
Gaya asuh dimana orang tua terlibat aktif tetapi hanyasedikit memberi batasan atau kekangan pada perilaku anak dan menghasilkan anak yang tidak kompeten secara sosial.
Adapun psikolog Tika Bisono mengatakan, fenomena bunuh diri pada anak-anak di bawah umur dipicu beberapa faktor. Entah itu karena tekanan dari orangtua, lingkungan bermain, ataupun karena dorongan untuk memiliki sesuatu tidak terpenuhi.

Fenomena 3 : Pendidikan seks bagi pelajar
Fenomena yang saya dapat dari jurnal ini adalah dewasa ini para pelajar sangat akrab dengan sex bebas serta video porno yang juga sudah menjadi hal yang tidak asing bagi mereka terutama di indonesia. Supaya hal ini tidak menjadi hal yg semakin mengancam moral remaja diperlukan pendidikan seksual di sekolah.
Seperti seminar, konseling, dan sejenisnya.Hal ini dirancang sebagai alat kontrol remaja akan bahaya sex.Para pendidik sangat berperan aktif dalam pendidikan sex miasalnya dengan memberikan materi-materi mengenai pendidikan sex di sekolah-sekolah.Jangan ada rasa tabu ataupun risih dalam membahas mengenai pendidikan sex sebab sudah seharusnya anak-anak sejak dini diperingatkan bahaya sex bebas tersebut.Hal terbaru yang saya dengar tentang pendidikan sex anak-anak wanita di suatu sekolah terkemuka di jakarta harus menjalani tes keperawanan ketika ingin masuk ke sekolah tersebut,Hal ini saya rasa adalah suatu terobosan baru yang baik untuk memberantas sex bebas.
Teori psikologi bimbingan sekolah yang bisa saya kaitkan dengan jurnal tersebut adalah teori konstruktivisme yaitu pendekatan pembelajaran yang menekankan agar individu secara aktif membangun pemahaman dan pengetahuan tentang sesuatu hal.Dimana pendidikan seksual harus diberikan kepada remaja agar mereka bisa membangun pemahaman dan pengetahuan tentang sex agar mereka tidak keliru dalam hal ini.Pendidikan sex jangan dijadikan sebagai hal yg sepele krn bila terjadi kesalahan informasi di tahap ini remaja malah akan terjerumus kedalamnya.Sebaiknya para anak-anak diberikan pemahaman langsung dari pendidik agar mereka tidak salah informasi dan mendapatkannya dari orang-orang yang salah sehingga akhirnya malah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Daftar pustaka :
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan 2nd ed. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Selasa, 05 April 2011

Apakah PAUD akan Mempengaruhi Kepercayaan Diri serta Kemandirian Seorang Anak?

      Pada dewasa ini,masyarakat modern sangat memperhatikan pendidikan.Terutama pendidikan yang berkualitas dan terkemuka.Begitu juga dengan pasangan suami-istri yang sudah memiliki momongan.Mereka berfikir sejak usia dini anak mereka harus diberikan pendidikan yang terbaik agar tidak kalah saing dengan tuntutan zaman.Berapapun biaya yang dikeluarkan tidak penting asal anak mereka mendapatkan pembelajaran yang baik dari suatu lembaga yang berkualitas.
       Dengan paradigma berfikir seperti itu,maka sekarang banyaklah  muncul lembaga-lembaga  pendidikan anak usia dini(PAUD).Lembaga PAUD ini tidak hanya sebagai sebuah lembagab pendidikan yang mengajarkan cara berhitung,menggambar dan lain-lain tetapi ikut serta membangun kemandirian serta kepercayaan diri yang baik bagi si anak.Anak-anak usia 1 tahun hingga 8tahun bisa bergabung dalam lembaga PAUD yang bertujuan membentuk anak yang berkualitas dan membantu anak dalam mencapai kesiapan belajar.
        Yang menjadi pembahasan saya adalah apakah PAUD ini benar-benar bisa  mempengaruhi kepercayaan diri serta kemandirian bagi si anak?Tentunya anak yang tidak mandiri cenderung tidak percaya diri dan susah mengambil keputusan dengan baik.Tetapi bagi anak yang mengikuti PAUD ia sudah mulai  belajar mempunyai kepercayaan diri serta kemandirian dengan cara menyiapkan dirinya sebelum berangkat sekolah,menyiapkan perlengkapan sekolahnya sendiri serta mengerjakan tugas sekolahnya.Dari hal sederhana ini anak-anak bisa mempunyai kepercayaan diri serta kemandirian  yang baik dari pada anak yang tidak melakukan itu.
        Kemandirian serta kepercayaan diri yang ditanamkan sejak dini sangat mempengaruhi sikap anak hingga dewasa nanti.Bagaimana cara ia menghadapi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ia hadapi,lalu bagaimana mereka dituntut untuk menghadapi hal-hal apa saja tanpa bantuan orang lain.Tetapi PAUD tidak akan berhasil mencetak anak yang mempunyai kepercayaan diri serta kemandirian yang baik tanpa dukungan orang tua itu sendiri.Sikap orang tua yang overprotective harus dihapuskan.Karena sikap yang terlalu berlebihan itu secara sadar maupun tidak sadar akan menghambat kesempatan anak untuk belajar mandiri dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi.Biarkan anak-anak melakukan hal-hal yang masih wajar dia lakukan tetapi tetap dalam pengawasan yang tepat tetapi tidak berlebihan.